. Memenangkan Pertarungan Melawan Hawa Nafsu
Manusia senantiasa dalam pergulatan melawan nafsunya, sehingga ia bisa mengalahkan nafsunya atau nafsu itu yang mengalahkannya. Atau dengan kata lain, pertarungan itu akan tetap berlangsung sampai ajal menjemputnya.
"Dan deni jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."
(Asy-Syams: 7-10)
Seperti yang telah disinggung di atas, dalam pergulatan melawan nafsu, manusia terbagi menjadi dua tipe:
a. Tipe manusia yang dikalahkan oleh nafsu mereka. Mereka cenderung kepada "bumi" dan kehidupan dunia. Mereka adalah orang-orang kafir dan siapa saja yang mengikuti jalan mereka, seperti orang-orang yang telah melupakan Allah sehingga Allah menjadikan mereka lupa diri. (Ref: QS. al Jatsiyah: 23)
b. Tipe orang yang sungguh-sungguh memerangi nafsunya. Kadang-kadang mereka menang, tetapi kadang-kadang kalah. Mereka kadang berbuat kesalahan tetapi mereka segera bertobat. Mereka kadang bermaksiat kepada Allah, namun lantas menyesal dan beristighfar. (Ref: QS. ali Imran: 135).
Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap anak Adam banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang banyak melakukan kesalahan adalah orang-orang yang banyak bertobat." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Alat Bertarung!!
Untuk keluar sebagai pemenang pada pertarungan ini, ada dua perangkat dalam diri kita yang harus diperhatikan:
a. Hati
Selama hati dalam keadaan hidup, lembut, jernih, kukuh, dan bercahaya.
Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata, "Sesungguhnya Allah SWT memiliki bejana di bumiNYA, yaitu hati. Maka, hati yang paling dicintaiNYA adalah hati yang paling jernih, lembut dan kukuh". Kemudian ia menafsirkannya, "paling kukuh dalam agama, paling jernih dalam keyakinan, dan paling lembut kepada saudara."
"Hati orang beriman itu mulus, di dalamnya terdapat cahaya yang terang. Sedangkan hati orang kafir itu hitam dan terbalik."
(HR. Ahmad dan Thabrani)
Allah SWT berfirman:
"... karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (QS. al Haj: 46)
b. Akal
Selama akal memiliki bashirah (kebijaksanaan), berpengetahuan, mampu membedakan, dan mencari ilmu yang dapat mendekatkan diri seseorang kepada Allah, serta mengetahui keagungan dan kekuasaanNYA.
Karena itulah Allah SWT berfirman:
"... sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNYA , hanyalah ulama ..." (QS. Fathir: 28)
Rasul SAW telah memberikan isyarat mengenai nilai nikmat ini:
"Allah tidak pernah menciptakan suatu makhluk yang lebih memuliakan diriNYA daripada akal." (HR. HR. Tirmidzi)
Akal orang beriman adalah akal yang sadar, bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, halal dan haram, ma'ruf dan munkar, karena ia melihatnya dengan cahaya Allah. Cahaya akal tidak dapat dipadamkan kecuali oleh kemaksiatan-kemaksiatan, tidak pernah berhenti berbuat maksiat, terang-terangan berbuat maksiat, dan tidak pernah bertobat darinya.
Allah SWT berfirman:
"... (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaaya sedikit pun". (QS. an Nuur: 40)