Jul 25, 2007

. Memenangkan Pertarungan Melawan Hawa Nafsu

Manusia senantiasa dalam pergulatan melawan nafsunya, sehingga ia bisa mengalahkan nafsunya atau nafsu itu yang mengalahkannya. Atau dengan kata lain, pertarungan itu akan tetap berlangsung sampai ajal menjemputnya.

"Dan deni jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."
(Asy-Syams: 7-10)

Seperti yang telah disinggung di atas, dalam pergulatan melawan nafsu, manusia terbagi menjadi dua tipe:

a. Tipe manusia yang dikalahkan oleh nafsu mereka. Mereka cenderung kepada "bumi" dan kehidupan dunia. Mereka adalah orang-orang kafir dan siapa saja yang mengikuti jalan mereka, seperti orang-orang yang telah melupakan Allah sehingga Allah menjadikan mereka lupa diri. (Ref: QS. al Jatsiyah: 23)

b. Tipe orang yang sungguh-sungguh memerangi nafsunya. Kadang-kadang mereka menang, tetapi kadang-kadang kalah. Mereka kadang berbuat kesalahan tetapi mereka segera bertobat. Mereka kadang bermaksiat kepada Allah, namun lantas menyesal dan beristighfar. (Ref: QS. ali Imran: 135).

Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap anak Adam banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang banyak melakukan kesalahan adalah orang-orang yang banyak bertobat." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Alat Bertarung!!
Untuk keluar sebagai pemenang pada pertarungan ini, ada dua perangkat dalam diri kita yang harus diperhatikan:

a. Hati
Selama hati dalam keadaan hidup, lembut, jernih, kukuh, dan bercahaya.

Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata, "Sesungguhnya Allah SWT memiliki bejana di bumiNYA, yaitu hati. Maka, hati yang paling dicintaiNYA adalah hati yang paling jernih, lembut dan kukuh". Kemudian ia menafsirkannya, "paling kukuh dalam agama, paling jernih dalam keyakinan, dan paling lembut kepada saudara."

"Hati orang beriman itu mulus, di dalamnya terdapat cahaya yang terang. Sedangkan hati orang kafir itu hitam dan terbalik."
(HR. Ahmad dan Thabrani)

Allah SWT berfirman:
"... karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (QS. al Haj: 46)

b. Akal
Selama akal memiliki bashirah (kebijaksanaan), berpengetahuan, mampu membedakan, dan mencari ilmu yang dapat mendekatkan diri seseorang kepada Allah, serta mengetahui keagungan dan kekuasaanNYA.

Karena itulah Allah SWT berfirman:
"... sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNYA , hanyalah ulama ..." (QS. Fathir: 28)

Rasul SAW telah memberikan isyarat mengenai nilai nikmat ini:
"Allah tidak pernah menciptakan suatu makhluk yang lebih memuliakan diriNYA daripada akal." (HR. HR. Tirmidzi)

Akal orang beriman adalah akal yang sadar, bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, halal dan haram, ma'ruf dan munkar, karena ia melihatnya dengan cahaya Allah. Cahaya akal tidak dapat dipadamkan kecuali oleh kemaksiatan-kemaksiatan, tidak pernah berhenti berbuat maksiat, terang-terangan berbuat maksiat, dan tidak pernah bertobat darinya.

Allah SWT berfirman:
"... (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaaya sedikit pun". (QS. an Nuur: 40)

May 24, 2007

. Be The Best... Not The Loser

Betapa banyak ayat dan hadits yang menyatakan kemuliaan agama Islam dan setiap orang yang menjadi pemeluknya. Namun fenomena yang nampak sekarang, begitu banyak orang Islam yang malah menjauhi nilai-nilai Islam dan memiliki semangat hidup yang lemah. Tidak terlihat lagi kemuliaan umat Islam seperti yang digambarkan dalam ayat-ayatNYA, kecuali hanya pada sedikit kalangan saja.

Umat Islam dan dunia Islam memrotes, menangis, mengeluarkan resolusi, dan kutukan-kutukan. Tetapi berapa banyak yang terlihat hasilnya, berapa besar perbaikan yang berhasil dilakukan. Protes, kutukan, dan aksi demonstrasi jalan terus, tetapi sepertinya para penguasa lebih memahami langgam kaum muslim: Tidak berapa lama juga pasti akan lupa pada masalahnya, lalu diam. Atau teralihkan oleh permasalahan yang tidak lebih penting dari yang dihadapi sebelumnya.

Umat Islam begitu mudah diperdaya dan dipecundangi. Tidak adakah lagi kemuliaan bagi kaum muslimin? Padahal dalam alQuran Allah SWT telah menjamin bahwa:

“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(QS. Ali Imran : 110)


Anda, mereka, kita semua umat Islam is trully the best ummah, sungguh adalah umat yang terbaik! Umat yang paling mulia yang sengaja Allah SWT turunkan ke dunia untuk seluruh manusia dengan membawa tugas yang telah Allah SWT tetapkan. Jadi, umat Islam harusnya menjadi umat yang mulia, umat yang disegani, umat yang terbaik yang menjadi saksi atas umat manusia lainnya. Tetapi, semua itu tidak akan terjadi, jika umat Islam meninggalkan syarat untuk dapat menjadi umat yang mulia, yaitu beriman secara benar.

“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
(QS Ali Imran: 139).

Jika kaum Muslim meninggalkan syarat untuk menjadi mulia, maka mereka akan menjadi umat yang hina,
The Loser
. Naudzubillaahi min dzaalik.

So, which one do you wanna be, that's up to your self.

May 10, 2007

. Mencari Taqwa

Taqwa kepada Allah SWT adalah modal kekayaan inspirasi, sumber cahaya dan karunia yang melimpah. Dengan taqwa kepada Allah SWT seorang mukmin bisa membedakan mana yang kosong dan mana yang isi, mana yang haq dan mana yang bathil. Orang-orang yang bertaqwa akan selalu mendapatkan jalan keluar yang menentramkan batinnya walau bagaimana besar dan rumitnya problema yang ia hadapi.

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada RasulNYA, niscaya Allah memberikan rahmatNYA kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu bisa berjalan dan DIA mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al Hadid : 28)

Luar biasa taqwa, tetapi hanya orang-orang yang memahami hakikat taqwa saja yang dapat merasakan nikmatnya taqwa. Mengetahui tidak sama dengan memahami. Orang yang mengetahui belum tentu memahami apa yang diketahuinya. Mari kita mencari taqwa, untuk mengetahui dan memahami hakikat taqwa yang sebenarnya, sehingga nikmat apa yang telah Allah janjikan dalam ayat-ayatNYA dapat kita rasakan juga.

Hakikat Taqwa
Taqwa lahir sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan selalu merasa dekat denganNYA, merasa takut terhadap murka dan adzabNYA, dan selalu berharap limpahan karunia dan ampunanNYA.

Taqwa adalah hendaklah Allah tidak melihat kamu dalam larangan-laranganNYA dan tidak kehilangan kamu dalam perintah-perintahNYA. Mencegah diri dari adzab Allah dengan membuat amal sholeh dan takut kepadaNYA di kala sepi atau terang-terangan.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khattab ra. bertanya kepada Ubay bin Ka'ab tentang taqwa. Ubay ra. menjawab:
"Bukankah Anda pernah melewati jalan yang penuh duri?"
"Ya.", jawab Umar.
"Apa yang Anda lakukan saat itu?"
"Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati."
"Itulah taqwa."

Itulah taqwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan... Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatitan dan keraguan, harapan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti, dan masih banyak duri-duri yang lainnya...

Taqwa merupakan pilar utama dalam pembinaan jiwa dan akhlaq seseorang dalam rangka menghadapi fenomena kehidupan. Agar ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan agar ia bersabar atas segaka ujian dan cobaan.

"Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-sangka." (QS. ath-Thalaq : 2-3)